ARTIFICIAL
INTELLIGENCE DI ERA
DISRUPSI: PELUANG DAN TANTANGAN MASA DEPAN PROFESI HUKUM
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi memainkan peran
yang semakin penting dalam dimensi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi telah mengubah cara orang-orang
digital berinteraksi dengan hukum. Tidak hanya pembuat regulasi mengubah
pendekatannya, para profesional hukum, dan aparat penegak hukum pun harus mampu
beradaptasi. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence
hadir sebagai cabang ilmu dari Computer Science yang menjanjikan, banyak manfaat dalam menjawab kebutuhan
manusia di masa depan. Keberadaan
AI
tidak hanya akan berpengaruh pada adanya revolusi, namun juga memiliki efek
disrupsi hampir di setiap industri. Hal
ini tentunya selain berdampak pada produk dan layanan, juga akan berpengaruh
pada kehidupan sehari-hari warga di seluruh dunia terutama dalam sektor hukum.
Profesi
hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum
dalam suatu pemerintahan suatu negara. Profesi hukum merupakan profesi penyedia jasa yang menangani permasalahan
hukum. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi di era disrupsi akankah menjadi peluang atau tantangan bagi profesi
hukum, akankah dimasa depan profesi hukum ini dapat mempertahankan eksistensinya
atau dapat tergantikan dengan adanya AI.
Apakah peran profesi hukum dapat
diganti dengan peran perangkat kecerdasan buatan?
Di Hangzhou-China, sejak tahun 2017 telah diluncurkan
Hakim AI, meskipun masih terbatas menangani sengketa hukum yang memiliki aspek
digital, termasuk masalah jual-beli online, kasus hak cipta, dan klaim
liabilitas produk e-commerce. Profesi Pengacara pun,
bukan tidak mungkin akan tergantikan dengan AI. AI telah mengalahkan pengacara terkemuka
untuk pertama kalinya dalam sebuah kompetisi memahami kontrak hukum.
Selanjutnya dalam survei yang dilakukan oleh Altman Weil dengan melibatkan 386
firma hukum di Amerika Serikat pada tahun 2017, menyajikan fakta bahwa sekitar
7,5% firma hukum telah melibatkan penggunaan AI. Dan pada tahun
yang sama McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa 23% tugas pengacara
dapat di otomatisasikan oleh AI. Di Indonesia, Hukum Online telah meluncurkan
platform LIA (Legal Intelligence Assistant) berteknologi AI diklaim
sebagai chatbot hukum pertama di Indonesia yang bertujuan membantu
masyarakat mendapat konten edukasi hukum (hukum perkawinan, hukum perceraian,
hukum waris).
Secara
yuridis penggunaan teknologi AI juga mendapatkan pengakuan dalam Pasal 28C Undang-Undang
Dasar 1945 yang berbunyi:
“setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi, meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”
Akan tetapi, jika ditinjau secara
normatif melalui hukum yang ada di Indonesia, AI tidak mungkin
menggantikan hakim. Hal ini dapat dilihat dari syarat menjadi seorang hakim
dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Umum. AI juga tidak mungkin menggantikan pengacara karena
tidak dapat memenuhi unsur persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, Selain itu, AI tidak mungkin menggantikan Jaksa. Hal ini dapat dilihat
dari syarat menjadi seorang jaksa dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Kejaksaan.
Mesin kecerdasan buatan memang mampu
menjamin kepastian hukum dengan tingkat akurasi tinggi, tetapi mesin tidak
mempunyai kepekaan untuk mendekatkan hukum pada keadilan karena keadilan tidak
bisa diukur secara secara saintifik. Di
tengah kebangkitan mesin kecerdasan buatan, penanda yang membedakan antara
manusia dengan robot adalah manusia mempunyai hati nurani yang hingga sekarang
belum mampu digantikan oleh mesin kecerdasan buatan. Pekerjaan hukum sebagian
memang serupa dengan cara kerja teknologi sehingga pekerjaan hukum bisa
tergantikan oleh mesin kecerdasan buatan. Pada bagian ini, mesin kecerdasan
buatan akan dikolaborasikan atau bekerja sama dengan para profesi hukum. Hal
ini bertujuan agar kedua kecerdasan antara manusia dengan mesin kecerdasan
buatan dapat dipadukan untuk mencapai hasil yang jauh lebih baik, cepat, dan
akurat.
Masa Depan Hukum dalam Dunia Profesi Hukum dengan Adanya
Kecerdasan Buatan
Keberadaan AI dalam dunia profesi hukum memberi banyak
pengaruh positif. AI dapat membantu
meringankan pekerjaan sehari-hari bagi profesi hukum. Sistem AI dapat membantu
pekerjaan profesi hukum dengan menyelesaikan masalah yang
bersifat repetitif seperti telaah dokumen, legal research, dan legal
drafting. AI juga bisa dipakai membantu
mengidentifikasi potensi kecurangan atau penipuan dalam kasus hukum. Hal ini dilakukan dengan menganalisis data
transaksi keuangan, data pihak terlibat, dan informasi terkait lainnya. Dengan menggunakan AI, pengacara dan advokat
dapat mengidentifikasi dan mencegah kecurangan dalam kasus hukum. Dalam bidang hukum
Islam, AI juga telah dimanfaatkan untuk membangun sistem Chatbots yang
mampu menghasilkan legal opinions atau fatwa dari permasalahan
yang disampaikan oleh pengguna, yaitu khususnya masyarakat muslim. Dilihat
dari perspektif global,
dunia sudah benar-benar memanfaatkan teknologi digital untuk lebih memudahkan dalam
mengoperasionalkan regulasi, yang jauh lebih efektif dan efisien. Di Indonesia, peran
teknologi digital sudah mulai tampak dalam bidang-bidang pelayanan publik, seperti proses
pembuatan badan hukum, e-court, dan hukum online.
Akan tetapi, AI juga memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menyaingi kemampuan
berpikir manusia dalam mengerjakan sejumlah aktivitas hukum yang bersifat
fundamental.
Dapat disimpulkan bahwa Kecerdasaan Buatan atau Artificial Intelligence di era disrupsi ini tidak sepenuhnya dapat menggantikan profesi hukum, tetapi hanya dapat mempermudah pekerjaan profesi hukum. Kehadiran AI tidak perlu dianggap sebagai ancaman, tetapi AI memberikan peluang untuk mempercepat pekerjaan profesi hukum. Dalam menghadapi persaingan dengan teknologi AI, para profesi hukum perlu meningkatkan keterampilan-keterampilan yang sulit ditiru oleh AI, seperti kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, kerja sama tim, dan empati guna menghadapi persaingan di era disrupsi mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Savitri, Astrid. Revolusi Industri 4.0: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang Di Era Disrupsi 4.0., Genesis, Yogyakarta, 2019.
Jurnal
Anshori, “Gagasan Artificial Intelligence Dalam Penerapan Hukum Di Era 4.0 Perspektif Penyelesaian Perkara Model Restorasi Justice Dan Hukum Progresif. Legal Studies Journal Vol. 2, No. 2, 2022.
Kusumawardani. “Hukum Progresif Dan Perkembangan Teknologi Kecerdasan Buatan” VeJ Vol. 5, No. 1, 2019.
Widodo Dwi Putro. “Disrupsi dan Masa Depan Profesi Hukum” Mimbar Hukum Vol. 32, No. 1, 2020.
V.R. Benjamins, et al., “Iuriservice: Intelligent Frequently Asked Questions System to Assist Newly Appointed Judges”, dalam V.R. Benjamins, et al., 2005, Law and the Semantic Web Legal Ontologies, Methodologies, Legal Information Retrieval, and Applications, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg.
Internet
Normand
Edwin. Artificial Intelligence dalam Industri Hukum,
Menyongsong Masa Depan Dunia Hukum Tanpa Hakim dan Lawyer?
https://www.hukumonline.com/berita/a/artificial-intelligence-dalam-industri-hukum--menyongsong-masa-depan-dunia-hukum-tanpa-hakim-dan-lawyer-lt5ac7289c0b372 Diakses pada tanggal 11 Juli 2023.
Suriawati. China Luncurkan Hakim AI Untuk Tangani Kasus di Pengadilan Digital, https://rakyatku.com/read/172922/china-luncurkan-hakim-ai-untuk-tangani-kasus-di-pengadilan-digital Diakses pada tanggal 11 Juli 2023.
Khory Alfarizi. Studi: AI Lebih Akurat Temukan Masalah Hukum Dibanding Pengacara, https://rakyatku.com/read/172922/china-luncurkan-hakim-ai-untuk-tangani-kasus-di-pengadilan-digital Diakses pada tanggal 11 Juli 2023.
Robert Amborghi. Survey: Just 7.5% of Firms Using AI, But Half Pursuing Other Innovations https://www.lawnext.com/2017/06/survey-just-7-5-firms-using-ai-half-pursuing-innovations.html diakses pada 13 Juli 2023.
Meilieka. Artifficial Intelligence dalam Sektor Hukum, Seberapa Berperan? https://it.telkomuniversity.ac.id/artifficial-intelligence-dalam-sektor-hukum/ diakses pada 13 Juli 2023.
Neil Sahota. “Will A.I. Put Lawyers Out Of Business?”, Forbes, https://www.forbes.com/sites/cognitiveworld/2019/02/09/will-a-i-put-lawyers-out-of-business/?sh=2a99188b31f0 Diakses pada 13 Juli 2023
Nurochman, Pemanfaatan Kecerdasan Artifisial (Artificial
Intelligence) Dalam Bidang Hukum Islam
https://ilmusyariahdoktoral.uin-suka.ac.id/id/kolom/detail/558/pemanfaatan-kecerdasan-artifisial-dalam-bidang-hukum-islam, diakses pada 13 Juli 2023.
Peraturan
Perundang-Undangan
Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat.
Undang-Undang
Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2021 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar