Senin, 17 Juli 2023

Penerapan Hukum Terhadap Artificial Intelligence Dalam Cyber Crime

 

Penerapan Hukum Terhadap Artificial Intelligence Dalam Cyber Crime

Penulis: Muti Astuti

Teknologi dengan menggunakan kecerdasan buatan atau yang sering disebut dengan Artificial Intelligence (AI) merupakan bagian dari perangkat computer yang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Artificial Intelligence (AI) lahir sebagai salah satu perwujudan dari pesatnya perkembangan teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang sedang ramai menjadi perbincangan global. AI merujuk pada program komputer yang dirancang untuk meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan, logika, dan karakteristik kecerdasan lainnya [1]

Kehadiran artificial intelligence yang memberikan kemudahan serta mendorong perkembangan teknologi digital dalam kenyataannya memiliki banyak ancaman. Kejahatan siber atau cyber crime yang menggunakan Artificial Intelligence dapat menjadi kejahatan berbahaya sehingga memerlukan perhatian ekstra. Cyber crime adalah suatu kejadian yang berhubungan dengan teknologi computer yang seorang korban menderita atau akan telah menderita kerugian dan seorang pelaku dengan sengaja memperoleh keuntungan atau akan telah memperoleh keuntungan (Hamzah, 1993;18).[2] Salah satu bentuk ancaman berbahaya bagi pengguna teknologi yaitu Malware berbasis AI. Malware berbasis AI adalah jenis malware yang menggunakan kecerdasan buatan atau artificial Intelligence untuk memperbaiki kemampuannya dalam menyebar dan menyerang. Malware ini dapat mempelajari pola penggunaan dan perilaku pengguna internet,  yang merupakan program yang dirancang untuk mencuri data, merusak system, atau melakukan kejahatan lainnya. Contoh kejahatan malware berbasis AI adalah:[3]

1.     Serangan phising yang lebih canggih: malware berbasis ai dapat mempelajari pola perilaku pengguna dan membuat pesan phising yang lebih meyakinkan dan sulit untuk terdeteksi.

2.     Ransomware yang lebih canggih: ransomware adalah jenis malware yang mengenskripsi file pada computer korban dan meminta tebusan untuk mengembalikan akses ke file tersebut.

3.     Serangan DDoS yang lebih canggih: serangan DDoS (Distributed Denial of Service) bertujuan untuk membuat situs web atau layanan online tidak dapat diakses oleh pengguna dengan menyerang server mereka lalu lintas internet yang berlebihan

4.     Pengumpulan data yang tidak sah: malware berbasis AI dapat mempelajari pola perilaku pengguna dan mengumpulkan informasi pribadi tanpa sepengetahuan pengguna.

5.     Serangan pada infrastruktur kritis: malware berbasis AI dapat digunakan untuk menyerang system kritis seperti jaringan listrik atau system tranportasi publik.

Perbuatan Malware-AI sendiri dapat dikriminalisasi menjadi tindak pidana kejahatan mayantarara (Cyber crime) karena telah memenuhi karakteristik cyber crime sebagaimana kejahatan tersebut telah diatur dalam hukum positif Indonesia.[4] Hukum sudah seharusnya bergerak secara dinamis, melihat bahwa artificial intelligence adalah teknologi yang merupakan perangkat lunak, lalu bagaimana aturan hukum jika terjadi suatu pelanggaran yang diciptakan oleh AI?

Artificial Intelligence bukan merupakan subjek hukum, melainkan objek hukum. AI sendiri merupakan suatu program yang dijalankan oleh manusia. Dijelaskan dalam website Hukum Online, bahwa artificial intelligence termasuk ke dalam definisi agen elektronik, yang artinya pertanggung jawaban hukum dari AI ini diserahkan kepada penyedia perangkat AI. di dalam pasal 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, “Agen Elektronik” didefinisikan sebagai perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh orang.” Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa Penyelenggaraan AI di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat. Artinya secara pertanggungjawaban hukum akan ditanggung oleh penyelenggara sistem elektronik yang menyelenggarakan jasa AI.[5]

Berdasarkan pendapat dari Van Hamel yang menjelaskan batasan dari suatu pertanggungjawaban yang kemudian dikaitkan dengan AI, dalam hal ini AI tidak mengerti makna dari suatu akibat yang dilakukannya dan AI tidak dapat menentukan kehendak atas dirinya untuk melakukan perbuatan, serta AI tidak memiliki kesadaran dalam suatu perbuatan hukum. Berkaitan dengan kesadaran, manusia sebagai subjek hukum mutlak dalam hukum pidana tidak terlepas dari kealpaan terhadap perbuatan yang dilakukannya, Sedangkan AI merupakan seperangkat alat yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu AI tidak memiliki kemampuan untuk dapat menjadi suatu subjek hukum yang dapat diberikan pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Jika AI melakukan suatu tindak pidana yang merugikan pihak lain hal tersebut jika melihat dari adanya kesalahan atau kealpaan maka hal tersebut berasal dari pengguna AI tersebut, yang mana pertanggungjawaban diberikan secara mutlak dibebankan kepada pengguna AI.[6]

Kejahatan siber yang semakin canggih tentunya menjadi tantangan baru dalam melindungi data pribadi. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi telah memasukkan pengambilan keputusan otomatis dan pemrosesan data menggunakan teknologi baru sebagai aktivitas pemrosesan data yang berisiko tinggi. Namun UU PDP harus terus diperbarui dan diperkuat mengikuti perkembangan teknologi AI, diperlukan regulasi dengan metode pengaturan yang spesifik mengenai pengambilan keputusan otomatis dan pemrosesan data menggunakan teknologi baru serta pengawasan yang ketat dan efektif terhadap perusahaan maupun pengembang AI dalam penggunaan teknologi AI.[7] Sudah seharusnya UU PDP menjadi bentuk perlindungan data pribadi walaupun belum ada regulasi yang mengatur lebih jelas dan lengkap mengenai Kejahatan siber berbasis malware-AI.

Kejahatan malware-AI merupakan kejahatan siber yang semakin banyak terjadi dan lebih canggih. Peningkatan keamanan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerugian. Hukum sudah seharusnya menjadi solusi dari berbagai bentuk kejahatan baru yang muncul akibat dari perkembangan teknologi. Hukum perlu terus melakukan perbaruan untuk melindungi setiap individu dari tindak kejahatan. Adapun penerapan hukum dari adanya artificial intelligence berdasarkan pada hukum positif Indonesia pada saat ini.


[1] Admin SMP, “Mengenal Artificial Intelligence Teknologi Yang Akan Mengubah Kehidupan Manusia”. (diakses pada 12 Juni 2023)

https://ditsmp.kemdikbud.go.id/mengenal-artificial-intelligence-teknologi-yang-akan-mengubah-kehidupan-manusia/

[2] Donovan Typhano Rachmadie, “Penerapan Attificial Intellingence pada tindak pidana Malware Dan Penyimpangannya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016”. Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret:Surakarta. 2020:21.

[3] Nita Azhar, “Serangan Siber Menggunakan AI Makin Mengancam”, IDS Digital College:STMIK INDO DAYA SUVANA. (diakses pada 14 Juli 2023)

https://ids.ac.id/serangan-siber-menggunakan-ai-makin-mengancam/

[4] Donovan Typhano Rachmadie, Op. cit, hal.94.

[5] Zahrasafa P dan Angga Priancha, “Pengaturan hukum artificial intelligence Indonesia saat ini”, Hukum Online, 2021. (diakses pada 15 Juli 2023)

https://www.hukumonline.com/berita/a/pengaturan-hukum-artifical-intelligence-indonesia-saat-ini-lt608b740fb22b7/

[6] Muhammad Tan Abdul Rahman Haris, Tantimin, “Analisis Pertanggungjawaban Hukum Pidana Terhadap Pemanfaatan Artificial Intelligence Di Indonesia”. Jurnal Komunikasi Hukum, Volume 8 Nomor 1, 2022:314.

[7] Tim Publikasi Hukum Online, “Seberapa Siap Kita Melindungi Data Pribadi Di Era AI?”. Hukum Online, 2023. (diakses pada 15 Juli 2023)

https://www.hukumonline.com/berita/a/seberapa-siap-kita-melindungi-data-pribadi-di-era-ai-lt642e8aa14441b?page=2

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INTERNAL COMPETITITION LDC FH UNTIRTA 2024

 INTERNAL COMPETITITION LDC FH UNTIRTA 2024 Internal Competition adalah kegiatan rutin yang diadakan setiap periode oleh Divisi Kompetisi. T...