Penerapan
Hukum Terhadap Artificial Intelligence Dalam Cyber Crime
Penulis: Muti Astuti
Teknologi
dengan menggunakan kecerdasan buatan atau yang sering disebut dengan Artificial
Intelligence (AI) merupakan bagian dari perangkat computer yang dapat
melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Artificial Intelligence
(AI) lahir sebagai salah satu perwujudan dari pesatnya perkembangan teknologi
dalam kehidupan sehari-hari yang sedang ramai menjadi perbincangan global. AI
merujuk pada program komputer yang dirancang untuk
meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan, logika,
dan karakteristik kecerdasan lainnya [1]
Kehadiran
artificial intelligence yang memberikan kemudahan serta mendorong
perkembangan teknologi digital dalam kenyataannya memiliki banyak ancaman. Kejahatan
siber atau cyber crime yang menggunakan Artificial Intelligence dapat menjadi
kejahatan berbahaya sehingga memerlukan perhatian ekstra. Cyber crime
adalah suatu kejadian yang berhubungan dengan teknologi computer yang seorang
korban menderita atau akan telah menderita kerugian dan seorang pelaku dengan
sengaja memperoleh keuntungan atau akan telah memperoleh keuntungan (Hamzah,
1993;18).[2] Salah satu bentuk ancaman berbahaya bagi pengguna teknologi yaitu Malware
berbasis AI. Malware
berbasis AI adalah jenis malware yang menggunakan
kecerdasan buatan atau artificial Intelligence untuk memperbaiki
kemampuannya dalam menyebar dan menyerang. Malware ini dapat mempelajari pola
penggunaan dan perilaku pengguna internet, yang merupakan program yang dirancang untuk
mencuri data, merusak system, atau melakukan kejahatan lainnya. Contoh
kejahatan malware berbasis AI adalah:[3]
1. Serangan
phising yang lebih canggih: malware berbasis ai dapat mempelajari pola perilaku
pengguna dan membuat pesan phising yang lebih meyakinkan dan sulit untuk
terdeteksi.
2. Ransomware
yang lebih canggih: ransomware adalah jenis malware yang mengenskripsi file
pada computer korban dan meminta tebusan untuk mengembalikan akses ke file
tersebut.
3. Serangan
DDoS yang lebih canggih: serangan DDoS (Distributed Denial of Service)
bertujuan untuk membuat situs web atau layanan online tidak dapat diakses oleh
pengguna dengan menyerang server mereka lalu lintas internet yang berlebihan
4. Pengumpulan
data yang tidak sah: malware berbasis AI dapat mempelajari pola perilaku
pengguna dan mengumpulkan informasi pribadi tanpa sepengetahuan pengguna.
5. Serangan
pada infrastruktur kritis: malware berbasis AI dapat digunakan untuk menyerang
system kritis seperti jaringan listrik atau system tranportasi publik.
Perbuatan
Malware-AI sendiri dapat dikriminalisasi menjadi tindak pidana kejahatan
mayantarara (Cyber crime) karena telah memenuhi karakteristik cyber
crime sebagaimana kejahatan tersebut telah diatur dalam hukum positif
Indonesia.[4] Hukum sudah seharusnya bergerak secara dinamis, melihat bahwa artificial
intelligence adalah teknologi yang merupakan perangkat lunak, lalu
bagaimana aturan hukum jika terjadi suatu pelanggaran yang diciptakan oleh AI?
Artificial
Intelligence bukan merupakan subjek hukum, melainkan
objek hukum. AI sendiri merupakan suatu program yang dijalankan oleh manusia. Dijelaskan
dalam website Hukum Online, bahwa artificial
intelligence termasuk ke dalam definisi agen
elektronik, yang artinya pertanggung jawaban hukum dari AI ini
diserahkan kepada penyedia perangkat AI. di dalam pasal 1 Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik, “Agen Elektronik” didefinisikan sebagai perangkat
dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh orang.” Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
menyatakan bahwa Penyelenggaraan AI di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh
orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat. Artinya secara
pertanggungjawaban hukum akan ditanggung oleh penyelenggara sistem elektronik
yang menyelenggarakan jasa AI.[5]
Berdasarkan
pendapat dari Van Hamel yang menjelaskan batasan dari suatu pertanggungjawaban
yang kemudian dikaitkan dengan AI, dalam hal ini AI tidak mengerti makna dari
suatu akibat yang dilakukannya dan AI tidak dapat menentukan kehendak atas
dirinya untuk melakukan perbuatan, serta AI tidak memiliki kesadaran dalam
suatu perbuatan hukum. Berkaitan dengan kesadaran, manusia sebagai subjek hukum
mutlak dalam hukum pidana tidak terlepas dari kealpaan terhadap perbuatan yang
dilakukannya, Sedangkan AI merupakan seperangkat alat yang diciptakan oleh
manusia itu sendiri. Oleh karena itu AI tidak memiliki kemampuan untuk dapat
menjadi suatu subjek hukum yang dapat diberikan pertanggungjawaban dalam hukum
pidana. Jika AI melakukan suatu tindak pidana yang merugikan pihak lain hal
tersebut jika melihat dari adanya kesalahan atau kealpaan maka hal tersebut
berasal dari pengguna AI tersebut, yang mana pertanggungjawaban diberikan
secara mutlak dibebankan kepada pengguna AI.[6]
Kejahatan
siber yang semakin canggih tentunya menjadi tantangan baru dalam melindungi
data pribadi. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data
Pribadi telah memasukkan pengambilan keputusan otomatis dan pemrosesan data
menggunakan teknologi baru sebagai aktivitas pemrosesan data yang berisiko
tinggi.
Namun UU PDP harus terus diperbarui dan diperkuat mengikuti perkembangan
teknologi AI, diperlukan regulasi dengan metode pengaturan yang spesifik
mengenai pengambilan keputusan otomatis dan pemrosesan data menggunakan
teknologi baru serta pengawasan yang ketat dan efektif terhadap perusahaan
maupun pengembang AI dalam penggunaan teknologi AI.[7] Sudah seharusnya UU PDP
menjadi bentuk perlindungan data pribadi walaupun belum ada regulasi yang
mengatur lebih jelas dan lengkap mengenai Kejahatan siber berbasis malware-AI.
Kejahatan
malware-AI merupakan kejahatan siber yang semakin banyak terjadi dan lebih
canggih. Peningkatan keamanan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
kerugian. Hukum sudah seharusnya menjadi solusi dari berbagai bentuk kejahatan
baru yang muncul akibat dari perkembangan teknologi. Hukum perlu terus
melakukan perbaruan untuk melindungi setiap individu dari tindak kejahatan.
Adapun penerapan hukum dari adanya artificial intelligence berdasarkan
pada hukum positif Indonesia pada saat ini.
[1]
Admin SMP, “Mengenal Artificial Intelligence Teknologi Yang Akan Mengubah
Kehidupan Manusia”. (diakses pada 12 Juni 2023)
[2]
Donovan Typhano Rachmadie,
“Penerapan Attificial Intellingence pada tindak pidana Malware Dan
Penyimpangannya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016”. Skripsi.
Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret:Surakarta. 2020:21.
[3]
Nita Azhar, “Serangan Siber Menggunakan AI Makin Mengancam”, IDS Digital
College:STMIK INDO DAYA SUVANA. (diakses pada 14 Juli 2023)
https://ids.ac.id/serangan-siber-menggunakan-ai-makin-mengancam/
[4]
Donovan Typhano Rachmadie, Op. cit, hal.94.
[5]
Zahrasafa P dan Angga Priancha, “Pengaturan hukum artificial intelligence
Indonesia saat ini”, Hukum Online, 2021. (diakses pada 15 Juli 2023)
[6]
Muhammad
Tan Abdul Rahman Haris, Tantimin, “Analisis Pertanggungjawaban Hukum Pidana
Terhadap Pemanfaatan Artificial Intelligence Di Indonesia”. Jurnal Komunikasi
Hukum, Volume 8 Nomor 1, 2022:314.
[7]
Tim Publikasi Hukum Online, “Seberapa Siap Kita Melindungi Data Pribadi Di Era
AI?”. Hukum Online, 2023. (diakses pada 15 Juli 2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar