Senin, 17 Juli 2023

Menelisik Penggunaan Artificial Intelligence, Big Data dan Blockchain dalam Aspek Hukum Persaingan Usaha

 

Menelisik Penggunaan Artificial Intelligence, Big Data dan Blockchain

dalam Aspek Hukum Persaingan Usaha

Penulis: Muhamad Haikal Mujamil

Disrupsi teknologi merubah berbagai aktivitas perekonomian masyarakat sehingga mempengaruhi dunia usaha. Dunia usaha merupakan tempat persaingan untuk memperoleh profit atau keuntungan sebesar-besarnya, namun dengan catatan hal tersebut tidak menimbulkan praktek monopoli (antitrust) dan persaingan tidak sehat. Untuk menjamin kebebasan bersaing tanpa hambatan juga memberikan batasan dalam bersaing, maka tujuan Hukum persaingan usaha diperlukan demi menciptakan efisiensi pasar dengan mencegah praktik monopoli, baik itu Productive Efficiency dan Allocative Efficiency.[1] Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menggunakan Pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal terkait dengan penegakan hukum persaingan usaha. Rule of Reason merupakan pendekatan analisis secara merinci terkait pengaruh suatu tindakan dapat menimbulkan hambatan dan praktek antitrust. Sedangkan Per Se Illegal ialah dimana suatu tindakan usaha tertentu dianggap melanggar hukum tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang terjadi. Untuk memutuskan pendekatan mana yang digunakan, Herbert Hovenkamp memberikan petunjuk yang mencakup pertanyaan berikut:[2]

  1. Does the agreement involve competitors? If yes, it is a candidate for per se statement;
  2. Does the arrangement explicitly “affect” price or output? If so, and if the agreement involves competitors, the court will most generally apply the per se rule, although there are some exceptions. The word “explicitly” is important. Competitors exchanges of price information may effect price or output; and
  3. If the agreement affects price or output, is it “naked” or is it ancillary to some other activity that arguably enchances the efficiency of the participant? If the agreement is naked, application of the per se rule is virtually automatic.

Sejalan dengan tujuan usaha, teknologi umum yang digunakan saat ini seperti Artificial Intelligence (AI) dan Big Data mampu mengolah suatu data atau informasi berukuran besar sehingga dimanfaatkan pelaku usaha dalam mengambil keputusan yang paling menguntungkan. Namun, penggunaan AI dan big data, seringkali digunakan untuk melakukan kegiatan anti-kompetitif seperti “Algorithmic Consumer Price Discrimination” atau praktek manipulasi harga serta berbagai cara modern lain yang mampu “memuluskan” persaingan tidak sehat.[3] Departemen Kehakiman Amerika Serikat, pernah dihadapkan pada kasus yang melibatkan skema penetapan harga oleh penjual di platform penjualan daring. Para penjual dalam kasus ini menggunakan perangkat lunak penetapan harga berbasis algoritma yang mengumpulkan harga pesaing untuk produk tertentu dan menerapkan aturan penetapan harga yang ditetapkan oleh penjual dengan tujuan mengkoordinasikan perubahan harga pada produknya.[4] Teknologi lain seperti Blockchain atau Distributed Ledger Technology yang dengan konsep Desentralisasi dan Disintermediasi mampu menghasilkan berbagai inovasi sektor keuangan.[5] Blockchain is an emergent and horizontal form of transaction determinacy. As a result, the theory of the firm initiated by Ronald Coase, which is centered around direct top-down control to reduce transaction costs, cannot be transposed to Blockchain.[6] Blockchain dikategorikan menjadi dua, yakni Blockchain publik dapat bersifat tanpa izin (permissionless) atau berizin (permissioned) dan Blockchain privat, bersifat berizin (permissioned) untuk bergabung menjadi bagian dari jaringan.[7] Teori perusahaan gagal dalam menggambarkan Blockchain publik tanpa izin (permissionless), sehingga hukum antitrust dan persaingan tidak berlaku untuk Blockchain jenis tersebut.[8] Thubault Schrepel menjelaskan bahwa kondisi hukum persaingan usaha saat ini mungkin akan tereliminasi bila berhadapan dengan aspek pengaturan Blockchain karena tiga faktor berikut:[9]

  1. Hukum persaingan usaha mungkin akan tidak efektif tanpa infiltrasi pengaturan, pertamakalinya dalam sejarah, hukum persaingan usaha harus menerapkan pendekatan “law is code”;
  2. Blockchain publik akan membatasi monopolisasi bahkan ketika mekanisme pengaturan baru diimplementasikan; dan
  3. Adalah karena fondasinya, regulator cenderung akan mempertahankan eksistensi hukum persaingan usaha meskipun tujuannya sudah tidak dapat dicapai.

Beberapa praktek dalam Blockchain yang dapat dikaitkan dengan latar belakang hukum persaingan usaha yang dijelaskan oleh Sebastian Louven dan David Saive yakni Praktek anti kompetitif bersama (perjanjian anti-persaingan), Pertukaran informasi, Alokasi terhadap partisipan platform, dan Koordinasi teknologi.[10] Thubault Schrepel menjelaskan bahwa kondisi hukum persaingan usaha saat ini dapat terpengaruh oleh pengaturan Blockchain. Pertama, hukum persaingan usaha mungkin tidak efektif tanpa adanya infiltrasi pengaturan sehingga perlu menerapkan pendekatan "law is code". Kedua, Blockchain publik dapat membatasi monopolisasi bahkan ketika mekanisme pengaturan baru diimplementasikan. Terakhir, meskipun tujuan hukum persaingan usaha mungkin tidak dapat dicapai dalam konteks Blockchain, regulator cenderung akan mempertahankan keberadaan hukum persaingan usaha karena merupakan fondasi dari regulasi tersebut.[11]

Berubahnya kultur dunia usaha yang berorientasi Data Driven,  membuat Negara perlu mengatur, guna mendukung, melindungi dan memberikan batasan penggunaan teknologi. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang merupakan aturan turunan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja di sektor komunikasi dan informatika, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik diharapkan dapat mengurangi dampak negatif persaingan usaha terhadap seluruh pihak. Namun, karena teknologi terus berkembang, perlu pemahaman lebih tentang AI, Big Data, Blockchain dan berbagai teknologi yang didasarkan padanya untuk meningkatkan kualitas struktur hukum persaingan usaha karena pada dasarnya penggunaan berbagai teknologi digital tersebut tidak bersifat netral, baik ataupun buruk, tetapi lebih bersandar pada pihak yang menggunakannya.

 

 


[1] Susanti Adi Nugroho. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia: dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2012. hal. 2.

[2] Putu Sudarma Sumadi. Penegakan Hukum Persaingan Usaha (Hukum Acara Persaingan Usaha?).  Sidoarjo: Penerbit Zifatama Jawara, 2017. hal. 80-81.

[3] Townley, Christopher and Morrison, Eric and Yeung, Karen, Big Data and Personalised Price Discrimination in EU Competition Law (October 6, 2017). King's College London Law School Research Paper No. 2017-38, http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3048688. hal. 2.

[4] Li, Sheng and Xie, Claire (Chunying), Rise of the Machines: Emerging Antitrust Issues Relating to Algorithm Bias and Automation (February 28, 2017). The Civil Practice & Procedure Committee’s Young Lawyers Advisory Panel: Perspectives in Antitrust, Volume 5, Number 3, February 2017, http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2952577. hal. 4.

[5] Lianos, Ioannis, Blockchain Competition (September 15, 2018). in Ph. Hacker, I. Lianos, G. Dimitropoulos & S. Eich, Regulating Blockchain: Political and Legal Challenges, OUP, 2019, : https://ssrn.com/abstract=3257307. hal. 10.

[6] Schrepel, Thibault, The Theory of Granularity: A Path for Antitrust in Blockchain Ecosystems (January 14, 2020). http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3519032. hal. 25

[7] Schrepel, Thibault. Ibid. hal. 4.

[8] Schrepel, Thibault. Ibid. hal. 49

[9] Thibault Schrepel, “Is Blockchain the Death of Antitrust Law? The Blockchain Antitrust Paradox”, Georgetown Law Technology Review 281, 2019. hal. 335-336.

[10] Louven, Sebastian and Saive, David, Antitrust by Design – The Prohibition of Anti-Competitive Coordination and the Consensus Mechanism of the Blockchain (October 2, 2018). http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3259142. hal. 1-3.

[11] Thibault Schrepel, “Is Blockchain the Death of Antitrust Law…, hal. 335-336

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INTERNAL COMPETITITION LDC FH UNTIRTA 2024

 INTERNAL COMPETITITION LDC FH UNTIRTA 2024 Internal Competition adalah kegiatan rutin yang diadakan setiap periode oleh Divisi Kompetisi. T...